Entri yang Diunggulkan

Di Sebuah Ranah

Saya menamainya   ranah   atau wilayah dalam arti seluas-luasnya di mana kebenaran dipersoalkan. Kebenaran dari yang mempersoalkan adalah k...

Jumat, 27 Juli 2012

Belajar dari Sejarah



        Tak kurang dari  Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejumlah tahun lalu sempat berkata, jangan permainkan sejarah. Pernyataan Pak SBY patut kita garis bawahi, mengingat sejarahlah yang menjadi saksi “abadi” perjalanan hidup seseorang termasuk sebuah bangsa dan negara. Bagaimana jika sejarah dipermainkan atau dipalsukan? Tentu akan merugikan semua kalangan. Generasi pendahulu dan mendatang akan rugi terhadap kondisi yang demikian.
        Benarkah sejarah terkadang palsu? Tergantung seberapa besar pemahaman kita dan keyakinan kita akan keotentikan (keaslian) suatu sejarah. Tergantung pula pada sejauh mana para sejarawan mampu menjelaskan dan membuktikan keotentikan sejarah.
        Selain kesaksian berikut cerita para pelaku sejarah (kalau masih ada/hidup),  guru sejarah pun memegang peranan cukup penting buat menanamkan nilai-nilai positif sejarah kepada peserta didik. Menurut seorang ahli sejarah dari Universitas Padjajaran Bandung, Prof Dr Nina Lubis, sejarah di Rusia sangat ditentukan oleh para guru. Maukah kita belajar dari sejarah, baik sejarah kelam maupun sejarah kedigjayaan bangsa kita? Tentunya, akan lebih baik bila kita semua mau belajar dari sejarah, agar kekeliruan kita tidak terulang lagi di masa mendatang.
       Banyak hikmah yang bisa kita petik dengan belajar dari sejarah. Inilah yang bisa dijadikan bekal bagi hidup kita sekarang dan di masa mendatang. Sehingga tak kurang dari pujangga Thomas Carlyle sempat berujar, “Pelajarilah sejarah agar kita tidak tergelincir di masa mendatang.” Begitu pula mantan Presiden RI, Ir Soekarno mengingatkan kita, akan pentingnya sejarah. Yakni, ketika beliau dimintai pertanggung jawaban oleh  Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Bung Karno membawakan pidato berjudul Jasmerah (Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah) (Ari Hidayat) ***  

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Orang Indonesia mudah melupakan sejarah. Melupakan kesalahan orang adalah perbuatan baik, tetapi tidak berarti melupakan sejarah. Saya interest membaca buku sejarah. Anda seorang guru, ya?

    BalasHapus