Dan ada sejumlah kata-kata yang
ternyata sempat membuat saya agak ragu untuk menuliskannya. Selain kata-kata
serapan dari bahasa Arab yang nampaknya setiap media atau sejumlah media
berbeda menyerap lantas menuliskannya juga begitu dengan sejumlah kata serapan
bahasa asing lainnya. Ada media yang tetap berpedoman pada panduan lama semisal shalat dituliskan shalat, mushala
diserap jadi mushala, ramadhan tetap dituliskan ramadhan. Tapi, terdapat pula
media massa yang menuliskan dengan shalat menjadi salat, musala, Ramadan (Lihat
esai saya, Memaknai Pluralitas Bahasa
Media yang juga diposting di blog saya ini).
Untuk kata-kata seperti itu biasanya
saya memutuskan menulis menurut keyakinan
saya saja. Dalam makna lain yang saya anggap “benar”. Sepertinya belum lama ini
sejumlah praktisi media seperti yang saya baca di sebuah media online sempat
mengadakan pertemuan dengan bahasan tentang berbeda-bedanya bahasa media kita.
Sedangkan kata serapan dari bahasa asing
lainnya seamsal, pemakaian kata
profesionalisme dan profesionalitas yang bermakna mirip . Keduanya merupakan
kata bentukan dari kata dasar profesi. Kamus
Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) edisi ketiga, menyebutkan profesi
berarti : bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan, keahlian ( keterampilan,
kejuruan, dsb) tertentu. Profesional adalah kata sifat yang bisa berarti: 1
bersangkutan dengan profesi; 2
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, contohnya, ia seorang juru masak-- ; 3 mengharuskan
pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir) misalnya, pertandingan
tinju --
Profesionalisme adalah kata benda yang
bermakna: mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi
atau orang yang profesional. Profesionalitas juga kata benda yang berarti:
perihal profesi, keprofesian; kemampuan untuk bertindak secara profesional.
Contohnya, -- perusahaan ini perlu
ditingkatkan dalam waktu belakangan ini. Sebenarnya, profesionalisme dan
profesionalitas mengandung pengertian yang sama, yakni kemampuan penyandang
suatu profesi untuk bertindak profesional . Dalam Kamus
Indonesia-Inggris karya John M. Echols dan Hassan Sadily dituliskan,
profesionalisme dalam bahasa Inggris adalah professionalism
yang bermakna keprofesionalan (profesionalitas).
Kalau artinya serupa kenapa mesti diberikan
pengertian masing-masing yang sesungguhnya akan membingungkan dalam pemakaian
kata-kata bentukan itu? Maksud saya kelirukah bila saya memakai kata profesionalitas
untuk yang orang kerap pula menuliskannya profesionalisme? Dalam bahasa Inggris
itu sendiri- seperti Kamus Kata Serapan yang disusun Surawan
Martinus- menyebutkan, profesionalisme itu berasal dari bahasa Inggris, professionalism (kata professional ditambah -ism sebagai pembentuk kata benda) yang
dalam bahasa Indonesia menjadi -isme.
Uniknya kata serapan semacam itu yang
memakai pembentuk kata atau akhiran (suffix)
-isme itu biasa pula untuk membentuk
kata benda yang berarti paham dan aliran-aliran. Paham di sini misalnya nasionalism menjadi nasionalisme (paham
kebangsaan atau kecintaan kepada tanah air), sistem ekonomi kapitalisme (dari
bahasa Inggris capitalism, yang berarti sistem ekonomi yang menganut
paham kapitalis atau memihak kepada kepentingan pemodal), liberalisme (dari liberalism yakni paham liberal atau
kebebasan), dsb. Begitu pula untuk -ism
dalam bahasa Inggris menjadi isme dalam bahasa Indonesia untuk membentuk kata
yang bermakna aliran-aliran. Misalnya, aliran-aliran dalam sastra diantaranya
ekspresionisme (dari bahasa Inggris, expressionism),
realisme, idealisme, dsb.
Bila kita telaah lebih jauh
terkadang ada pula pola yang sejenis seperti munculnya istilah formalisme
(bahasa Inggris, formalism) padahal
ada bentuk formality yang diindonesiakan,
formalitas. Pluralisme (bahasa Inggris, pluralism)
sejatinya plurality yang
diterjemahkan menjadi pluralitas atau kemajemukan. Sering pula istilah imperialism (bahasa Inggris) dipakai
untuk pengertian imperialisasi (penjajahan). Dalam kalimat saya contohkan:
“Tuntutan
barat bahwa pluralisme dapat dilaksanakan secara universal dan bahwa kebebasan
menyatakan pendapat merupakan hak asasi, ditolak sebagai tidak relevan dan
bentuk terburuk dari imperialisme kebudayaan.”
Pluralisme di sini bermakna kemajemukan
(pluralitas) dan imperialisme maknanya penjajahan (imperialisasi). Kenapa tidak
kedua istilah terakhir itu yang dipakai?
Berikutnya saya tuliskan sebuah contoh
kalimat:
“Sudah
saatnya perusahaan ini meningkatkan profesionalitas
untuk menanggapi banyaknya pengaduan dan keluhan dari pelanggan.”
Meningkatkan profesionalitas di sini
tentunya sudah termasuk peningkatan mutu kalangan profesional di perusahaan itu untuk bertindak secara lebih berkualitas
sesuai keahlian mereka (bertindak profesional) . Dengan begitu, tidak perlu
hingga membentuk kata bentukan profesionalisme segala hanya untuk menunjukkan
kualitas tindak tanduk seseorang yang merupakan ciri suatu profesi orang yang
profesional. Frasa meningkatkan profesionalitas juga sudah berarti
profesionalisasi (proses menuju kualitas profesi tertentu menjadi lebih baik
dan lebih memuaskan dalam pelayanannya). Sehingga, tidak
perlu repot-repot membuat definisi baru tentang profesionalisasi.
Kita bandingkan dengan kata jurnalisme
(bahasa Inggris, journalism) keadaannya
sama saja. Menurut KBBI, jurnalisme
adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita di surat kabar dsb;
kewartawanan. Sedangkan jurnalistik yaitu menyangkut kewartawanan dan
persuratkabaran. Dalam kenyataannya
kedua kata itu berarti sama. Asep Syamsul M. Romli dalam pengantar bukunya, Jurnalistik Praktis untuk Pemula (2006)
mengatakan jurnalistik (kewartawanan) adalah aktivitas pencarian, penulisan, dan
penyebarluasan informasi atau berita.
Begitu pula sepertinya tidak lazim bila istilah
jurnalisme dipakai untuk mengganti katakanlah, sebuah program studi (jurusan)
yakni jurnalistik di fakultas tertentu seperti Fakultas Ilmu Komunikasi dengan
perkataan jurnalisme. Contoh dalam kalimat:
“Penulis
artikel Media Massa Teknologi Baru di majalah kampus edisi terbaru adalah
Fulan, mahasiswa Jurusan Jurnalisme, Fakultas Ilmu Komunikasi, Institut
Indonesia Satu.”
Tentu lebih cocok menyebutkan mahasiswa
jurnalistik.
Meskipun kini, istilah yang sering
dipakai adalah yang pertama. Misalnya, pada era multimedia sekarang, muncul media massa baru sebagai media alternatif seperti cyber journalism (jurnalisme internet)
yang sebetulnya sama saja dengan jurnalistik internet. Begitu pula dengan
istilah citizen journalism
(jurnalisme/jurnalistik warga). Akhirnya, kenapa tak ada bentuk baku yang menunjukkan konsistensi dan berlaku umum dalam
pemakaian dan penyerapan sejumlah peristilahan itu? (Ari Hidayat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar