Saya menamainya ranah atau wilayah dalam arti seluas-luasnya di mana kebenaran dipersoalkan. Kebenaran dari yang mempersoalkan adalah kebenaran dengan konsekuensi hukum karena merasa dirugikan secara material. Katakanlah demikian.
Ada peraturan perundangan yang menyatakan perbuatan tertuntut
melanggar aturan. Tapi, bahasa hukumnya sendiri seperti ambigu. Boleh untuk kepentingan pribadi tapi
tidak buat kepentingan komersial.
Di manakah tempat terjadinya pelanggaran itu? Di perangkat
pribadi yang dekat dan akrab dengan kita? Atau ranah lain yang komersial dan
seperti “ruang publik” sekaligus privat? Apa pelanggaran itu bermula dari
ketidaktahuan atau sudah paham sebelumnya berikut konsekuensi hukumnya? Andai berawal dari ketidak pahaman lantas
bagaimana? Selanjutnya kalau sudah tahu dan tidak merugikan penuntut dan
disebut melanggar caranya bagaimana? Khususnya, sebut saja saya. Tapi, kan
tidak saya saja, tapi juga ratusan ribu bahkan jutaan orang lain?
Lima tahun terakhir saya kerap dikerkah pertanyaan-pertanyaan
itu. Tapi, maaf saya belum dapat jawaban
yang pas bagi diri sendiri yang saya anggap paling fair. Saya orang Indonesia,
meski keindonesiaan saya masih segini. Sebagai warga negeri ini saya juga ingin
patuh aturan dan hukum, termasuk
menghormati norma, budaya kita.
Untuk itu saya melihat ada yang tidak bisa ditolerir sebab
itu tidak sesuai dengan kaidah dan budaya kita, tapi ada yang masih ambigu,
rumit alias tidak sesederhana yang kita pikirkan dan inginkan seperti yang saya tuliskan di atas baik dari
sisi teknis maupun nonteknisnya. Pun karena begitu banyak yang berkepentingan
di ranah ini.
Sekian dan terima kasihan
Ditulis saya sendiri sebagai Penjaga, sekaligus Operator, dan
kalau boleh dicantumkan juga Pengelola sebuah Warnet. (Maaf untuk rangkap tugas
kerja ini, sebab warnetnya juga warnet kecil hanya 5 komputer klien)