Haru
Lebaran di Panti Asuhan
Wajah
Cucu Nurhaeni (17) tampak sedih. Betapa tidak, remaja seusianya pada malam
takbir itu, Sabtu (15/12) seharusnya bergembira. Mereka bisa berkumpul dengan
keluarga di rumah. Namun Cucu anak yatim piatu itu harus melewatkan malam
takbir, bahkan berlebaran di Panti Asuhan Yayasan Syubbanul Wathon, Jl Sutisna
Senjaya, Cicurug Bata, Kota Tasik.
Saat berbincang-bincang dengan Priangan pada malam takbir, dia tidak
menyembunyikan diri dari sedih. Remaja asal Ciamis ini, lebih sering berbicara
seraya menundukkan kepala. “Tentu saja saya sedih. Pada malam takbir seperti
ini, orang lain sudah kumpul dengan keluarga.
Sementara saya masih di sini (Panti Asuhan),” ungkapnya sendu.
Apalagi
sebagai anak yatim piatu pada saat-saat seperti malam takbir dan Lebaran senantiasa teringat kepada
almarhum orangtuanya. Hanya doa yang bisa disampaikannya buat mereka. Biasanya,
kata Cucu, Lebaran dia berziarah ke makam kedua orangtuanya.
Dia
mengaku sudah lama tidak mengingat-ingat lagi tradisi berlebaran yang biasa dilakukan kebanyakan
orang. Seperti memakai baju baru dan menikmati makanan khas Idul Fitri. Tapi,
untuk ini Cucu tidak merasa sedih betul. “Yang penting saya bisa menjalankan puasa
dan bermaaf-maafan saat Idul Fitri,” tuturnya.
Senada
dengan Cucu anak Panti Asuhan lainnya, Yuyus, merasa sedih harus berlebaran di panti. Kesedihannya bertambah ketika melihat orang lain sudah pulang ke rumah
masing-masing untuk menyambut Lebaran bersama keluarga. Sedangkan dirinya
bersama sejumlah orang lainnya bermalam takbir masih di Panti Asuhan. “Tapi
buat apa berlarut-larut sedih. Lebih baik diambil hikmahnya saja,” ungkap anak
yatim piatu yang sudah tinggal di panti itu selama 14 tahun.
Tatkala
berbincang-bincang, teman-teman Cucu dan Yuyus di halaman Panti ramai namun
takzim mengumandangkan takbir. Tak ketinggalan beduk pun mereka tabuh bertalu-talu.
Mereka tampak berupaya tegar dengan menikmati dan menyemarakkan malam takbir
seperti orang lain yang lebih beruntung nasibnya.
Menurut
Pimpinan Panti Asuhan, KH Ma’sum, jumlah anak-anak yang diasuhnya ada 60 orang.
Mereka ada seorang yang belum sekolah, SD (9 orang), SLTP (26 orang), SMU (16
orang), perguruan tinggi 2 orang, dan yang kursus sebanyak 6 orang. Asal mereka
tak hanya dari sekitar Tasik, malainkan ada pula yang dari Timtim dan kota-kota
lainnya di luar P Jawa.
Sejumlah
besar anak-anak asuhnya, lanjutnya,
sudah ada yang mudik ke keluarga terdekatnya. Sejumlah lainnya terpaksa
berlebaran di panti. Namun, sekira pukul 10.00 pagi (Hari Lebaran) mereka juga
pulang ke keluarganya. Sorenya pada hari pertama Idul Fitri itu penghuni panti
kebanyakan sudah kembali ke Panti Asuhan.
Menyangkut
dana buat panti, KH Ma’sum mengutarakan, berasal dari swadaya masyarakat
sekitar panti dan donatur seperti dari PT Mayasari Bhakti dan Yayasan Dharmais.
Meski begitu, diakuinya, pantinya kini
masih terbentur dengan masalah dana.
Namun
demikian, dengan keterbatasan dana, pengelolaan dan aktivitas panti tetap
berjalan. Semuanya, dijalankan dengan sungguh-sungguh. Sehingga hasilnya pun cukup
menggembirakan. Banyak alumni panti yang sudah bisa mandiri. Mereka ada yang
lulus sarjana dan mendirikan pesantren seperti di Karawang.
“Ini
jadi kebanggaan bagi saya,” tukasnya kepada Priangan
pada malam takbir lalu (ahd).***