Entri yang Diunggulkan

Di Sebuah Ranah

Saya menamainya   ranah   atau wilayah dalam arti seluas-luasnya di mana kebenaran dipersoalkan. Kebenaran dari yang mempersoalkan adalah k...

Jumat, 07 Desember 2012

Pemuda sebagai Katalisator Perubahan





Oleh: Ari Hidayat


 Beri aku 10 pemuda, akan aku guncang dunia.
                                                         (Soekarno)
               Begitulah Proklamator RI, Bung Karno pernah berkata, seperti yang ditulis Rahmad Riyadi. Nampaknya Bung Karno mau mengungkapkan kekuatan kaum muda. Tak perlu seratus, seribu, sejuta,   dengan “hanya”  sepuluh pemuda, mantan presiden pertama RI itu akan (mampu) mengguncang dunia. Ini bukan pernyataan hiperbola (berlebihan) apalagi mengada-ada. Pemuda dari segi usia, dia memiliki kekuatan fisik, kepadanya harapan bangsa kita sandarkan. Sehingga orang sering berkata, pemuda adalah harapan bangsa. Pemuda pun mempunyai semangat dan keberanian sehingga suara rakyat pun sering diberikan  kepadanya. Dari segi sikap dan pola pikir pemuda memiliki sikap independen (mandiri) dan berpikir logis kritis.
              Ada banyak ahli yang mengklasifikasikan manusia dari segi umur.  Ibnul Jauzi (1995) menggolongkan insan menjadi: masa kanak-kanak (sejak dilahirkan-15 tahun), masa muda (usia 15-35 tahun), masa dewasa (35-50 tahun), masa tua (50-70 tahun), dan masa lanjut usia (70-akhir hayat seseorang). Jadi, menurut Ibnul Jauzi yang termasuk pemuda adalah mereka yang berusia antara 15 tahun hingga 35 tahun. Sedangkan pemerintah Indonesia membatasi pemuda adalah mereka yang berusia 18 tahun-35 tahun.
       Menurut takaran biologi usia muda mengalami puncak pertumbuhan sel-sel dalam tubuhnya, berdasarakan ukuran psikologi ia tak termasuk remaja (teenager) lagi, dari takaran hukum ia sudah termasuk rechtpersoon. Dalam hukum Islam, baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 15 tahun dikatakan sudah aqil baligh (terikat hukum sara), meskipun ada perkecualian yakni di bawah umur itu pun sudah baligh bila sudah bermimpi basah dan perempuannya telah haid.
               Di belahan negeri mana pun, pemuda menjadi tulang punggung bangsa untuk kemajuan di masa mendatang. Kerena itu, tak berlebihan bila perubahan suatu bangsa menuju kehidupan yang lebih baik, tak terlepas dari peran kaum muda. Secara historis, kaum muda Indonesia seperti, Soekarno, Hatta,  dan Sjahrir (tanpa mengenyampingkan peran pemuda yang lain)  merupakan representasi kaum muda ketika itu yang berjuang untuk kemerdekaan bangsanya dari cengkraman penjajah. Bagaimana dengan pemuda saat ini? Apakah karakteristik seperti semangat, keberanian, independensi, dan “ideologi perjuangan” termasuk daya juang yang tercermin pada kaum muda pendahulunya masih ada?
              Tidak sedikit kalangan yang memandang skeptis (meragukan) karakteristik pemuda kini terutama tentang lunturnya “ideologi perjuangan” dan spirit juang kaum muda. Kandidat doktor ilmu komunikasi, Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Iding R Hasan dalam sebuah tulisannya (2008) menilai bahwa kaum muda kini mengalami atau memiliki problem kultural. Masalah-masalah kultural itu adalah dalam cara berpikir, bertutur, berperilaku, gaya hidup (life style), dsb. Di alam globalisasi yang kerap diplesetkan orang jadi gombalisasi sekarang,  pemuda kini digoda oleh pilihan hidup yang hedonistis (mementingkan kesenangan duniawi)-materialistik (mementingkan kepuasan benda/materi).
           Gaya hidup hedonistis-materialistis sebagai buah dari globalisasi itu, ternyata tidak hanya menyentuh kaum muda perkotaan, tapi juga di desa. Media massa, terutama televisi lewat tayangan-tayangannya termasuk iklannya sangat memengaruhi pemuda desa. Sehingga, sikap dan pola pikir pemuda desa pun tak jauh beda dengan kaum muda perkotaan. Selain mengalami godaan hidup hedonistis-materialistis, kaum muda kita kini pun banyak yang terjebak dalam sikap pragmatis. Paham pragmatisme, biasanya berorientasi pada tujuan politik sesaat atau jangka pendek, sehingga akan memudarkan sikap independensi dan kekritisan, sebagai dua hal yang merupakan karakteristik pemuda.
          Realitas yang lebih mengkhawatirkan yakni  adanya kaum muda yang mengalami dislokasi posisi. Terhadap kenyataan ini Menteri Negara Pemuda dan Olahraga ketika itu, Adyaksa Dault,  ketika berkunjung ke Universitas Siliwangi (Unsil), Tasikmalaya sejumlah tahun lalu mengingatkan kita untuk tidak terjebak dan larut dalam pergeseran posisi itu. Dislokasi posisi kaum muda akan membuat ia kehilangan arah tujuan, akibat kegagalan sistematika, kegagalan struktural dan kegagalan objektif.
          Selain itu, alienasi kaum muda menjadi fenomena yang menggugah hati kita. Menurut psikiater dari Universitas Yale, AS, Kenneth Keniston dan seorang ahli dari bagian kesehatan remaja Universitas Washington, AS,  James A Farrow seperti dikutip Dr Kartono Mohamad, kaum muda yang teralienasi (terasingkan) adalah anak muda yang terpisah dari nilai-nili sosial dan keluarga. Anak muda yang tidak menemukan tempatnya dalam masyarakat yang berubah. Reaksi mereka dapat berupa pembangkangan, pelanggaran aturan hukum dan sosial, pelarian ke kecanduan narkotika dan alkohol, dan ada pula yang mengurung diri menjadi skizofren dan herotik.
          Seperti di kita terjadi peristiwa-peristiwa yakni tindakan anarkis (kekerasan) yang dilakukan kaum muda dalam menyelesaikan persoalan, seks bebas, pornografi (VCD dan rekaman porno dalam handphone) dan jatuhnya pemuda dalam pelukan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) cukup memprihatinkan kita. Terhadap kaum muda yang teralisasi ini, perlu mendapat perhatian dengan diakui kehadirannya, didengarkan pendapatnya, diajak untuk mengaktualisasikan dan mengekspresikan diri, termasuk diajak untuk bersama-sama membangun diri,  masyarakat, bangsa dan negara.
           Meskipun begitu, kita pun patut berbangga dengan kiprah kaum muda yang berprestasi baik bidang pendidikan,  olahraga, ilmu pengetahuan, seni dan budaya bahkan politik. Misalnya, menjelang pemilihan umum (pemilu) legislatif 2009 cukup banyak kaum muda yang meramaikan pencalonan anggota wakil rakyat itu. Meskipun kaum muda baru sekira sepertiga (1/3) dari keseluruhan daftar calon legislatif sementara, tapi itu menunjukkan gejala politik yang cukup menggembirakan. Bahkan di Bandung direncanakan pada Selasa (28 Oktober 2008) ini akan diadakan Kongres Kaum Muda Jawa Barat. Dalam acara ini sejumlah tokoh muda akan berorasi dengan tema “Kepemimpinan Kaum Muda Menjawab Krisis Kebangsaan.




Mempercepat perubahan
              Dalam konteks perubahan, pemuda berperan sebagai motor penggerak menuju kehidupan bangsa yang lebih baik. Dia berperan sebagai katalisator (pemercepat) perubahan itu. Dalam reaksi kimia dikenal adanya katalis atau katalisator.  Senyawa kimia ini berfungsi untuk mempercepat laju reaksi, tapi zai itu sendiri tidak mengalami perubahan yang permanen. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ketiga tahun 1990, terbitan Balai Pustaka menuliskan dua pengertian katalisator. Pertama, sebagai zat yang memengaruhi, memercepat reaksi kimia tanpa mengalami peruabahn sendiri. Kedua, katalisator adalh tokoh cerita yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru.  Saya pun menganalogikan potensi dan karakteristik pemuda itu dengan katalisator. Sejatinya, dengan potensi dan kelebihan yang dimiliki kaum muda, dia akan mengabdikan dirinya untuk mempercepat perubahan hidup dan kehidupan ke arah yang lebih baik
             Perubahan adalah sebuah keniscayaan sebagaimana keadaan manusia yang tak ada yang sempurna, dan tak lepas dari kekhilapan-kekhilapan. Karena itu.  kata berubah harus terjadi demi kondisi yang lebih baik.Kalau Rahmad Riyadi menulis, perubahan adalah kekuatan yang kita cari dan perjuangkan, memang demikianlah adanya. Sayangnya, di era kini pemuda menginginkan perubahan yang serba instan (langsung jadi). Ungkapan mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Abraham Lincoln, “they wants to get done” (mereka ingin memiliki semuanya hari ini juga) tepat menggambarkan gejala itu. Padahal perubahan itu adalah proses yang melibatkan banyak faktor di dalamnya.
           Contohnya, Malaysia merupakan negara yang mengalami lompatan dalam peradaban dan pembangunan ini karena perubahan yang dilakukan sejak era 70-an. Ketika kuliah di IKIP (kini UPI), Bandung  akhir tahun 80-an, banyak mahasiswa Malaysia yang tugas belajar di Kampus Isola itu, sebaliknya kini mahasiswa kita yang belajar ke Malaysia. . Perubahan di Malaysia,  diawali dengan keputusan strategis untuk mengarahkan sumber daya manusianya menuju sumber daya insani yang mampu mengatasi tantangan zaman. Contoh lain, dulu Vietnam mengimpor beras dari kita. Sekarang Vietnam sudah berhasil mengekspor beras.
         Di negeri kita pun sebetulnya, pemerintah sudah menaruh perhatian kepada kaum muda. Tak kurang dari dibentuknya kementrian negara pemuda dan olahraga. Kembali pada konteks perubahan, keadaan ini (perubahan) akan cepat terjadi jika kaum muda lebih diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri. Seperti ditulis di atas,  Bung Karno menyanjung pemuda sebagai nuklir perubahan. Begitu pula Alquran menyinggung tentang pemuda ini. Ada dua (2) fenomena dalam Alquran yang berbicara tentang pemuda.
          Pertama, surat Al-Kahfi, ditafsirkan yang disebut pemuda di sini adalah usia 6-17 tahun dan demi pemuda-pemuda itu hukum alam semesta berubah. Menurut Alquran Allah menjaga tubuh mereka sehingga tidak rusak sampai 300 tahun lebih. Kedua, sosok pemuda lain yang mengubah hukum alam adalah Ibrahim. Api tak mampu membakarnya, ketika Ibrahim berusi 16 tahun saat dirinya dibakar atas perintah Raja Namrudz, api menjadi dingin atas perintah-Nya. Allah berfirman, “ Hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS: Al-Anbiya: 69).
             Nabi Muhammad saw juga memberi perhatian khusus kepada kaum muda. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Tidak akan beranjak sepasang kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang 4 hal yaitu, tentang usianya: ke mana ia menghabiskannya, tentang masa mudanya: ke mana ia menunaikannya, tentang hartanya: dari mana ia memperolehnya dan ke mana ia membelanjakannya, dan tentang ilmunya: apa yang telah diamalkannya. “ (HR: Tirmidzi).
            Dalam hadis disebutakan, kita akan ditanya tentang umur secara umum, lalu ditanya secara khusus mengenai masa muda, suatu masa yang sangat berharga. Masa muda itu, masih menurut hadis itu, adalah setara dengan harta dan ilmu. Bahkan masa muda itu juga sejajar dengan keseluruhan usia itu sendiri. Karena pentingnya masa muda itu, kaum muda apalagi setiap 28 Oktober bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, seyogianya berkontemplasi sebentar tentang hal itu. Apakah pemuda kini perlu merevitalisasi semangat Sumpah Pemuda dan mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi sekarang? Bagaimana pemuda sekarang memaknai “ideologi perjuangan” kaum muda dulu yang mampu menjadi elan vital pemuda sehingga berhasil mengenyahkan penjajah dari bumi pertiwi?
        Terlepas dari penilaian tentang karakteristik pemuda kini,  sudah selayaknya bila kita ingin lompatan perubahan bangsa ini, apalagi dalam kondisi karut-marut kehidupan politik dan ekonomi sekarang, maka kita tumpukan perhatian lebih dan kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri. Sehingga, di tangannyalah rahmat dan keberkahan Allah SWT akan datang dan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Semoga saja. ***

(Tulisan ini dimuat di majalah DKI Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar