Meski agak kasip (telat) tak ada kelirunya bila saya pribadi menafakuri arti kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang saya cintai. Sebuah kata yang berkata dasar merdeka yang dalam bahasa Inggris yakni Freedom. Namun, telah lama saya seperti lalai alpa memahami apa kemerdekaan yang di negeri kita diperingati tiap 17 Agustus itu. Kemerdekaan? Merdeka? Lantas bukanlah berarti pula saya memursyidi para mursyid pun para sesepuh bangsa tak ketinggalan para pahlawan negara (teriring doa buat beliau-beliau), sungguh tak mudahlah mencerna artinya.
Bila ditelisik lebih jauh kemerdekaan berjalin berkelindan dengan imperialisme dalam segala bentuknya. Kemerdekaan adalah buah perjuangan buat mengusir imperialis, mulai dari Adam AS dan Bunda Siti Hawa (Eva) hakikatnya adalah perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan. Ada peperangan di situ, ada percekcokan yang sudah dimaknai para malaikat ketika hendak menciptakan insan-insan pertama itu. Ada adagium yang mengatakan buat tegaknya suatu islah (perdamaian) dibutuhkan peperangan. Betulkah? Lalu ada apa setelah pertempuran usai dan kemerdekaan itu dicapai? Sungguh suatu kata yang bagi pribadi saya seolah tak berkesudahan (semoga tidak).
Tapi, saya kembali diingatkan hadist qudsi Baginda Rasul Junjunan Panutan Alam Habibana wa Nabiyana Nabi Besar Muhammad SAW bahwa berjihad dengan menegakkan pedang di medan tempur adalah gampang, namun jihaddul akbar ialah memerangi hawa nafsu terutama nafsu amarah. Begitu pula boleh jadi ada jihad-jihad lain yang tak kalah sukar pula. Dan tulisan singkat saya ini diakhiri dengan sebuah kitab yang menyatakan pertempuran abadi adalah peperangan dengan bercermin pada kisah Habil, Qabil, meminang Iqlima atau Labuda yang bisa dicermati dalam Al-Furqan Surat Al-Anbiya juga QS: Hud. Mohon maaf lahir dan batin (Ari Hidayat)