Sanggar Sastra Tasik (SST), suatu
siang, dalam sesi Jum’atan Sastra, saya sebagai peserta sempat mengungkapkan,
menulis bagi saya hanyalah hobi. Kang Tatang Pahat, praktisi seni di
Tasikmalaya menimpali, kalau seperti itu terlalu naïf kedudukan menulis.
Mungkin maksud Kang Tatang menulis itu sejatinya profesi. Menulis itu sejatinya
dielaborasi sedemikian rupa hingga layak disebut profesi sebagaimana bidang
kerja lainnya. Kang Saeful Badar yang
penyair dan pimpinan di SST menambahkan tak jadi soal menulis sebagai hobi. Boleh
jadi, dalam yang sedemikian lebih banyak aura ketulusan, ketimbang profesionalitas
menulis yang tentunya berujung komersialisasi,
Menulis sebagai hobi atau profesi? Ya, pertanyaan itu bagi saya seakan
tak berkesudahan. Buat saya menulis seperti sebuah dunia kebetulan saja, Setelah
saya mengundurkan diri dari jurnalistik
praktis (wartawan). Atas dorongan pribadi dan juga sahabat, saya mencoba
belajar penulisan kreatif secara otodidak. Saya mencoba menulis esai, puisi dan
cerpen dan mengirimkannya ke sejumlah media.
Menulis seperti hobi lama yang saya temukan kembali.
Lempangkah jalan saya atau setidaknya pertama kirim tulisan langsung
dimuat? Ngak juga. Sering tulisan saya tak dimuat, tapi gembiralah hati saya
kalau dimuat. Meski jujur kadang saya malu juga terus-terusan selama
bertahun-tahun menulis dan mengirimkan ke berbagai media seperti itu. Dan tentu
saja saya pun mengharapkan honor bila tulisan saya dimuat. Sampai satu ketika
saya berjumpa dengan jagat maya, ruang baru bagi saya menyalurkan hobi: menulis.
Trus, menulis sebagai hobi atau profesi? Saya tak bisa pungkiri kenyataan keseharian kepenulisan saya yang
sekadar menempatkan aktivitas menulis sebagai hobi. Secara teoritis saya sadar,
andai menulis melekat sebagai profesi tentu saya semaksimal mugkin, memutar
akal, memperbanyak upaya dll agar tulisan-tulisan saya bernilai jual. Hingga
saya juga bisa mengandalkan hidup dari menulis.
Nyatanya saya tidak begitu. Menulis
hanyalah menulis.
Apakah saya tidak menginginkan menulis sebagai profesi? Tentu saja saya
mau sekali, tapi sampai kini, saya belum sampai ke
sana.
Mungkin berawal dari hobi,
menulis belakangan ini buat saya seperti sebuah kebutuhan saja (Ari Hidayat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar