Resensi Buku
Judul :
Seperti Aku
Jenis buku : Novel
Penulis : Bayu Asmara
Tebal : iv + 267 hlmn
Penulis : Bayu Asmara
Tebal : iv + 267 hlmn
ISBN :
978-602-225-024-1
Cetakan ke-1: Juli 2011
Penerbit :
Leutikaprio, Yogyakarta
Novel “Seperti Aku”
Sketsa Orang Gedongan Tasik Tempo Dulu
Novel ini menceritakan tokoh anak cewek
bernama Cece yang mengejar jawaban tentang bapaknya yang selalu mengharapkan kelahiran
anak lelaki setiap ibunya mengandung. Hingga setiap terlahir dari rahim ibunya itu
bayi perempuan ayah Cece nyeletuk, “Kawas (seperti) kamu.” Cece yang masih
bersekolah SD berusaha mencari jawaban dengan caranya sendiri kenapa ayahnya
bisa seperti itu dan siapa anak cowok itu.
Cece pun seperti berdialog dengan dirinya
sendirinya dalam menjawab pertanyaannya yang suka muncul dalam benaknya itu.
“Seperti kamu”. “Seperti aku, anak cewek.”Begitulah kata-kata Cece. Dengan gaya
penuturan yang lumayan lancar dan bernuansa populer penulis novel ini Bayu
Asmara (nama samaran dari Mariana Diah Susilawaty) menuliskan “petualangan”
Cece untuk beroleh jawaban atas pertanyaan itu. Cece mulai mengamati kebiasaan
kakak dan adik cowoknya. Tapi, pertanyaan itu tak terjawab tuntas sampai akhir
cerita.
Sehingga, novel ini pun lebih banyak
mendeskripsikan sebagian perjalanan keluarga Cece, tentunya dalam kacamata anak
seusianya. Cerita ini cukup menarik mengilustrasikan keadaan keluarga orang
kaya dengan latar tempat Tasikmalaya tempo dulu. Tasik pada era akhir 1960-an,
atau awal thaun 1970-an. Bagi kita yang mengalami masa kanak di era itu seakan
dibawa kemabali membuka catatan lalu tentang kota ini.
Seamsal ketika Kolam Renang Gunung
Singa masih ada (kini Hotel Santika) lengkap pula dengan kebiasaan-kebiasaan
anak-anak ketika itu. Termasuk kebiasaan
orangtua terhadap anaknya. Soal ini ada kejadian konyol ayah Cece (maaf) yang
mengencingi wajah anak perempuannya itu saat matanya sakit. Bapak Cece
melakukan itu dengan alasan agar anaknya itu cepat sembuh. Cukup konyol memang,
tapi mungkin pernah dilakukan pula oleh orangtua dahulu.
Karena berlatar Tasik dulu,
maka tak heran banyak pula kosa kata bahasa Sunda
seperti ririwit, jalingkak masuk
dalam cerita ini. Sedang keberadaan orang gedongan Tasik saat itu, diceritakan
tentang pembantu rumah tangga, anak-anak yang selalu diberi uang jajan, rumah
di pinggir jalan, mobil sebagai kendaraan keluarga (yang kala itu masih barang
langka) dll.
Terlepas dari novel ini yang terkesan
biografis, namun enak juga untuk dibaca terutama bila ingin mengenang sekilas keadaan Tasik tempo dulu. Tasik yang
masih belum seramai sesemarak sekarang. Satu mungkin yang kurang akurat adalah
menuliskan judul film laga yang dibintangi Jacky Chan dengan Drinks Master (h.184) seharusnya Drunken Master (Ari Hidayat)
(Dimuat di Harian Umum “Kabar
Priangan”, Rabu, 26 Oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar