Entri yang Diunggulkan

Di Sebuah Ranah

Saya menamainya   ranah   atau wilayah dalam arti seluas-luasnya di mana kebenaran dipersoalkan. Kebenaran dari yang mempersoalkan adalah k...

Minggu, 22 Januari 2012

Main Mata



Cerpen

Main Mata
Oleh: Ari Hidayat
             

            Ryan terbangun ketika jam menunjukkan pukul 03.00 WIB. Ia baru saja mimpi buruk. Pacar Ryan, yang bernama Puni menyetir sebuah mobil sambil tangannya melambai-lambai ke arahnya. Ryan berusaha mengejar mobil kekasihnya. Pada saat bersamaan dari depan muncul seekor harimau. Wajahnya seperti kelaparan dengan mulut memperlihatkan taring yang mengkilat. Harimau itu mengejarnya. Refleks Ryan berlari menghindar dan terlupakan mengejar mobil Puni. Dalam mimpinya itu, Ryan lari secepat Gundala Putra Petir, tapi binatang buas itu seperti makin dekat saja.  Dirinya kian terdesak saat di depannya menganga jurang.
         Sang Raja Hutan tinggal beberapa langkah darinya,  siap menerkam. Sebelum dia meloncat menyergap tubuhnya, Ryan pun terjaga dari tidurnya. Meski cuma mimpi, seketika dia termenung juga, seperti terpengaruh juga. Jantungnya berdetak kencang, napasnya naik turun. Dan keringat dingin meleleh di tengkuknya. Dia bangkit dari tertegunnya, menuju dapur untuk mengambil air minum. Diteguknya segelas air putih sampai habis. Kembali ia melangkah ke kamar tidurnya.
        Memang mimpi terkadang mengusik hati dengan segala misterinya. Walau begitu Pian termasuk orang yang tidak percaya dengan mimpi, namun fragmen hidup itu kerap sulit dilupakan. Sempat ia dipeluk mimpi-mimpi, tanpa ia kuasa menolak, maupun memintanya. Mimpi datang begitu saja,  membuat cerita dalam tidur orang. Terkadang mimpi pun hadir dalam bentuk yang kabur, sehingga kita sekuat pikiran bekerja tiada pula mampu mengingatnya. Lantas buat apa kita terjebak dalam episode tidur yang penuh misteri dan belum jelas seperti mimpi?
            Menurut guru agamanya ketika sekolah dulu hanyalah mimpi-mimpinya para nabi dan orang-orang khusus yang ada kaitannya dengan realita, sedangkan bagi orang biasa seperti dirinya hanyalah kembang tidur.
            Ryan duduk di tepi tempat tidur. Dia dikejutkan bunyi handphone-nya. Siapa lagi yang iseng sepagi ini mengirim pesan? Apakah dari Puni, kekasihnya? Ah ternyata bukan. Ryan tak mengenal si pengirim pesan singkat itu. Layar HP-nya menunjukkan sejumlah angka sebagai nomor pengirim. Berarti dia bukan orang yang dikenalnya. Kalau dia mengenalnya tentu nomornya sudah diset dalam phonebook di HP-nya.
           “Paling juga yang nyasar alias salah sambung,” tebak Ryan. Tapi, ia penasaran juga dan membuka pesan itu untuk dibacanya.
            Maaf mengganggu lelap tidurmu. Aku mau tanya, kenapa sekarang kamu sulit dihubungi. Apakah kamu sudah mengusirku dari pekarangan hatimu buat masuk ke dalamnya?  (Aslinya SMS itu memakai kata-kata yang disingkat)
        Benar saja hanya SMS nyasar.. Ryan pun tak mengacuhkannya dan segera menghapus pesan itu. Muncul lagi SMS. Pesan dari nomor yang tadi rupanya.
       Kenapa sms-ku tak dijawab? Kamu sudah membuangku dari bulir-bulir memorimu?
         Ryan menghapus lagi pesan itu dan menonaktifkan handphone-nya. Didekati jendela kamarnya, dibukanya daun jendela perlahan-lahan. Angin menerobos masuk. Di luar masih gelap, bayang-bayang pohon mangga di depan rumahnya tampak menghitam, suara gemerisik angin di dedaunan bambu terdengar mengalun. Di kejauhan terdengar peronda yang memukul tiang listrik berkali-kali. Langit gelap tanpa bulan dan bintang. Tapi, malam ini cukup cerah, tiada hujan yang jatuh ke bumi seperti pagi kemarin ataupun malam-malam sebelumnya.
         Segera ditutupnya jendela, sebab udara begitu dingin dan di luar masih sepi bercampur kelam. Ah, malam kenapa engkau selalu saja menggoda?. Menjadi inspirasi bagi setiap orang, untuk merancang rencana buat kehidupan esok yang terang? Bahkan malam pun menjadi teman setia bagi para pemimpi. Tentang malam, Ryan teringat kata-kata filsuf Prancis, Montesque, “Sejarah direncanakan malam hari dan terlaksana siang hari.”
         Malam semakin larut,  hingga  dari pengeras suara di masjid dekat rumahnya, Ryan  mendengar seseorang yang sedang membacakan tahrim. Artinya,  sebentar lagi waktu shalat subuh tiba. Dan setelah itu pelan-pelan dan acapkali tanpa disadari matahari sudah menggulung gelap menjadi terang. Diaktifkannya lagi HP-nya. Beberapa pesan ada yang masuk ketika dibuka ternyata dari nomor itu lagi. Kali ini Ryan terpancing, dan membalasnya.
       Anda salah alamat. Lain kali kalau mau nelpon cek yang benar nomor tujuannya.                    
       Eh dia malahan membalas dengan sebuah penawaran.
      Maaf kalau salah alamat. Tapi, tidak salah kan kalau kita berkenalan?      
      Biasanya dirinya tidak pernah terperngaruh SMS atau misscal yang nyasar seperti itu. Baru kali ini Ryan melayani keisengan seperti itu. Dari satu pesan berbalas dengan  pesan-pesan berikutnya,  menjadi kesibukan tersendiri bagi keduanya di Minggu pagi yang cerah itu. Pesan-pesan itu meluncur mulai dari yang ringan sampai yang cukup serius dan menyerempet status segala. Dalam keadaan seperti ini, biasanya kebanyakan orang berbohong apalagi kalau menyangkut status. Namanya juga iseng, buat apa semuanya harus serbaterbuka? Bahkan dia sempat bertanya kepada Ryan tentang makna kesetiaan segala., Tentunya via SMS.
     Ryan makin penasaran saat pesan demi pesan nyambung. Sepertinya dia seorang perempuan yang lucu dan cukup cerdas. Dan benar juga SMS berikutnya berbunyi,  dia gadis yang baru saja putus dengan pacarnya. Ryan berusaha memanggil nomor itu dari HP-nya. Tapi, nomor itu tidak menjawabnya. Beberapa kali dia menghubungi lagi, HP yang dituju selalu tidak aktif. Alhasil, kesibukan berbalas SMS pun terhenti. Siangnya Ryan meng-SMS lagi.
       Kenapa telponku tak dijawab? Kamu takut aku bermaksud tak baik sama kamu?  
       Lama SMS Ryan tak ada jawaban. Muncul lagi Miss X dengan pesannya. 
      Maaf. Aku punya beberapa kartu yang sering gonta-ganti dipakai dalam hp-ku.
 Sesungguhnya aku tak punya pikiran jelek sama kamu kok!       
       SMS-SMS-an pun berlanjut kembali. Akhirnya kenalan baru Ryan itu sudah berani untuk mengajaknya bertemu Minggu sore di Café Menanti, Jl Setia di kotanya. Si wanita hanya berpesan jangan lewat dari pukul 04 sore dan dia akan menanti di meja dekat pintu masuk. Ryan terbawa arus permainan. Tanpa berpikir panjang dia menyanggupi tawaran perempuan itu.
       Sesaat sebelum berangkat dia sempat ragu dan teringat Puni. Kemarin kekasihnya  bilang kalau dia, hari  Minggu mau ke rumah saudaranya di Cibeureum dan ingin berangkat sendiri. Ada persoalan keluarga yang harus Puni selesaikan dengan saudaranya di Cibeureum. Tadinya Ryan memaksa mau ikut, Tapi, Puni tetap dengan pendiriannya.                     
        “Apakah aku mencuri-curi kesempatan dalam kesempitan? Ini kan Cuma iseng. Lagipula belum tentu perempuan itu sunguh-sungguh datang,” benaknya. 
       Sekilas kemudian, bayangan Puni pun menghilang. Yang ada di benak Ryan adalah menebak sosok  perempuan teman  SMS-annya itu. Ryan menghidupkan motornya. Kendaraan jenis bebek ini pun meluncur menuju Jalan Setia sebuah jalan terkenal di kotanya. Di kawasan ini berdiri sejumlah kampus. Dan tiap malam Minggu atau malam hari libur jalanan di sana kian ramai. Ryan memasuki tempat yang dituju, segera motor yang dikendarainya menuju Café Menanti. Di parkirnya motor di tempat parkir yang agak sempit itu.
      Dilangkahkan katanya menuju pintu masuk, sambil matanya merem-melek membayangkan wajah si dia. Di tengoknya ke kiri dan ke kanan. Ketika menengok ke kanan, betapa kagetnya Ryan. Matanya bertubrukkan dengan  sosok wanita yang sudah begitu dikenalnya. Dia tertegun dengan pandangan melongo.
    ” Pun….Puni…. kamu….kamu,” ucap Ryan tersendat-sendat.
       Puni pun mendekati Ryan yang masih melongo.
     “Silahkan cari cewek barumu itu. Aku minta putus sekarang juga. Aku nggak suka lelaki yang pandai mengobral setianya di mulut .”  tutur Puni sebelum lindap di pintu.***            
                                                                                   Pondok Sari,   08 November 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar