Cerpen
Main
Mata
Oleh:
Ari Hidayat
Ryan terbangun ketika
jam menunjukkan pukul 03.00 WIB. Ia baru saja mimpi buruk. Pacar Ryan, yang
bernama Puni menyetir sebuah mobil sambil tangannya melambai-lambai ke arahnya.
Ryan berusaha mengejar mobil kekasihnya. Pada saat bersamaan dari depan muncul
seekor harimau. Wajahnya seperti kelaparan dengan mulut memperlihatkan taring
yang mengkilat. Harimau itu mengejarnya. Refleks Ryan berlari menghindar dan
terlupakan mengejar mobil Puni. Dalam mimpinya itu, Ryan lari secepat Gundala
Putra Petir, tapi binatang buas itu seperti makin dekat saja. Dirinya kian terdesak saat di depannya menganga
jurang.
Sang Raja Hutan tinggal
beberapa langkah darinya, siap menerkam.
Sebelum dia meloncat menyergap tubuhnya, Ryan pun terjaga dari tidurnya. Meski
cuma mimpi, seketika dia termenung juga, seperti terpengaruh juga. Jantungnya
berdetak kencang, napasnya naik turun. Dan keringat dingin meleleh di
tengkuknya. Dia bangkit dari tertegunnya, menuju dapur untuk mengambil air
minum. Diteguknya segelas air putih sampai habis. Kembali ia melangkah ke kamar
tidurnya.
Memang mimpi terkadang mengusik
hati dengan segala misterinya. Walau begitu Pian termasuk orang yang tidak
percaya dengan mimpi, namun fragmen hidup itu kerap sulit dilupakan. Sempat ia
dipeluk mimpi-mimpi, tanpa ia kuasa menolak, maupun memintanya. Mimpi datang
begitu saja, membuat cerita dalam tidur
orang. Terkadang mimpi pun hadir dalam bentuk yang kabur, sehingga kita sekuat
pikiran bekerja tiada pula mampu mengingatnya. Lantas buat apa kita terjebak
dalam episode tidur yang penuh misteri dan belum jelas seperti mimpi?
Menurut guru agamanya ketika sekolah dulu hanyalah
mimpi-mimpinya para nabi dan orang-orang khusus yang ada kaitannya dengan
realita, sedangkan bagi orang biasa seperti dirinya hanyalah kembang tidur.
Ryan duduk di tepi
tempat tidur. Dia dikejutkan bunyi handphone-nya. Siapa lagi yang iseng
sepagi ini mengirim pesan? Apakah dari Puni, kekasihnya? Ah ternyata bukan. Ryan
tak mengenal si pengirim pesan singkat itu. Layar HP-nya menunjukkan sejumlah
angka sebagai nomor pengirim. Berarti dia bukan orang yang dikenalnya. Kalau
dia mengenalnya tentu nomornya sudah diset dalam phonebook di HP-nya.
“Paling juga yang nyasar alias
salah sambung,” tebak Ryan. Tapi, ia penasaran juga dan membuka pesan itu untuk
dibacanya.
Maaf mengganggu lelap tidurmu. Aku mau
tanya, kenapa sekarang kamu sulit dihubungi. Apakah kamu sudah mengusirku dari
pekarangan hatimu buat masuk ke dalamnya? (Aslinya SMS itu memakai kata-kata yang
disingkat)
Benar saja hanya SMS nyasar..
Ryan pun tak mengacuhkannya dan segera menghapus pesan itu. Muncul lagi SMS. Pesan
dari nomor yang tadi rupanya.
Kenapa sms-ku tak
dijawab? Kamu sudah membuangku dari bulir-bulir memorimu?
Ryan menghapus lagi pesan
itu dan menonaktifkan handphone-nya. Didekati jendela kamarnya,
dibukanya daun jendela perlahan-lahan. Angin menerobos masuk. Di luar masih
gelap, bayang-bayang pohon mangga di depan rumahnya tampak menghitam, suara
gemerisik angin di dedaunan bambu terdengar mengalun. Di kejauhan terdengar
peronda yang memukul tiang listrik berkali-kali. Langit gelap tanpa bulan dan
bintang. Tapi, malam ini cukup cerah, tiada hujan yang jatuh ke bumi seperti
pagi kemarin ataupun malam-malam sebelumnya.
Segera ditutupnya jendela,
sebab udara begitu dingin dan di luar masih sepi bercampur kelam. Ah, malam
kenapa engkau selalu saja menggoda?. Menjadi inspirasi bagi setiap orang, untuk
merancang rencana buat kehidupan esok yang terang? Bahkan malam pun menjadi
teman setia bagi para pemimpi. Tentang malam, Ryan teringat kata-kata filsuf
Prancis, Montesque, “Sejarah direncanakan malam hari dan terlaksana siang
hari.”
Malam semakin larut, hingga dari
pengeras suara di masjid dekat rumahnya, Ryan mendengar seseorang yang sedang membacakan tahrim.
Artinya, sebentar lagi waktu shalat
subuh tiba. Dan setelah itu pelan-pelan dan acapkali tanpa disadari matahari
sudah menggulung gelap menjadi terang. Diaktifkannya lagi HP-nya. Beberapa
pesan ada yang masuk ketika dibuka ternyata dari nomor itu lagi. Kali ini Ryan
terpancing, dan membalasnya.
Anda salah alamat. Lain
kali kalau mau nelpon cek yang benar nomor tujuannya.
Eh dia malahan membalas
dengan sebuah penawaran.
Maaf kalau salah alamat.
Tapi, tidak salah kan kalau kita berkenalan?
Biasanya dirinya tidak pernah
terperngaruh SMS atau misscal yang nyasar seperti itu. Baru kali ini Ryan
melayani keisengan seperti itu. Dari satu pesan berbalas dengan pesan-pesan berikutnya, menjadi kesibukan tersendiri bagi keduanya di
Minggu pagi yang cerah itu. Pesan-pesan itu meluncur mulai dari yang ringan
sampai yang cukup serius dan menyerempet status segala. Dalam keadaan seperti
ini, biasanya kebanyakan orang berbohong apalagi kalau menyangkut status.
Namanya juga iseng, buat apa semuanya harus serbaterbuka? Bahkan dia sempat
bertanya kepada Ryan tentang makna kesetiaan segala., Tentunya via SMS.
Ryan makin penasaran saat
pesan demi pesan nyambung. Sepertinya dia seorang perempuan yang lucu dan cukup
cerdas. Dan benar juga SMS berikutnya berbunyi,
dia gadis yang baru saja putus dengan pacarnya. Ryan berusaha memanggil
nomor itu dari HP-nya. Tapi, nomor itu tidak menjawabnya. Beberapa kali dia
menghubungi lagi, HP yang dituju selalu tidak aktif. Alhasil, kesibukan
berbalas SMS pun terhenti. Siangnya Ryan meng-SMS lagi.
Kenapa telponku tak
dijawab? Kamu takut aku bermaksud tak baik sama kamu?
Lama SMS Ryan tak ada
jawaban. Muncul lagi Miss X dengan pesannya.
Maaf. Aku punya beberapa
kartu yang sering gonta-ganti dipakai dalam hp-ku.
Sesungguhnya aku tak punya
pikiran jelek sama kamu kok!
SMS-SMS-an pun berlanjut
kembali. Akhirnya kenalan baru Ryan itu sudah berani untuk mengajaknya bertemu Minggu
sore di Café Menanti, Jl Setia di kotanya. Si wanita hanya berpesan
jangan lewat dari pukul 04 sore dan dia akan menanti di meja dekat pintu masuk.
Ryan terbawa arus permainan. Tanpa berpikir panjang dia menyanggupi tawaran
perempuan itu.
Sesaat sebelum berangkat dia
sempat ragu dan teringat Puni. Kemarin kekasihnya bilang kalau dia, hari Minggu mau ke rumah saudaranya di Cibeureum
dan ingin berangkat sendiri. Ada persoalan keluarga yang harus Puni selesaikan
dengan saudaranya di Cibeureum. Tadinya Ryan memaksa mau ikut, Tapi, Puni tetap
dengan pendiriannya.
“Apakah aku mencuri-curi
kesempatan dalam kesempitan? Ini kan Cuma iseng. Lagipula belum tentu
perempuan itu sunguh-sungguh datang,” benaknya.
Sekilas kemudian, bayangan Puni
pun menghilang. Yang ada di benak Ryan adalah menebak sosok perempuan teman SMS-annya itu. Ryan menghidupkan
motornya. Kendaraan jenis bebek ini pun meluncur menuju Jalan Setia sebuah jalan
terkenal di kotanya. Di kawasan ini berdiri sejumlah kampus. Dan tiap malam
Minggu atau malam hari libur jalanan di sana kian ramai. Ryan memasuki tempat
yang dituju, segera motor yang dikendarainya menuju Café Menanti. Di
parkirnya motor di tempat parkir yang agak sempit itu.
Dilangkahkan katanya menuju
pintu masuk, sambil matanya merem-melek membayangkan wajah si dia. Di tengoknya
ke kiri dan ke kanan. Ketika menengok ke kanan, betapa kagetnya Ryan. Matanya
bertubrukkan dengan sosok wanita yang
sudah begitu dikenalnya. Dia tertegun dengan pandangan melongo.
” Pun….Puni…. kamu….kamu,” ucap
Ryan tersendat-sendat.
Puni pun mendekati Ryan yang
masih melongo.
“Silahkan cari cewek barumu itu. Aku minta
putus sekarang juga. Aku nggak suka lelaki yang pandai mengobral
setianya di mulut .” tutur Puni sebelum
lindap di pintu.***
Pondok Sari, 08 November 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar