Entri yang Diunggulkan

Di Sebuah Ranah

Saya menamainya   ranah   atau wilayah dalam arti seluas-luasnya di mana kebenaran dipersoalkan. Kebenaran dari yang mempersoalkan adalah k...

Kamis, 13 September 2012

TV Digital





                              Oleh: Drs. Ari Hidayat

            Perkembangan televisi (TV) di Indonesia cukup menarik diperhatikan. Berawal dari kelahiran TVRI, 1962,  sebagai televisi pemerintah. Sebagai televisi negara, berarti TVRI milik publik. Televisi pemerintah ini sempat menayangkan iklan-iklan komersial, namun kemudian menuai kritik sehingga dihentikan. Bagaimanapun, sebagai TV publik TVRI membawa misi yang terlepas dari kepentingan komersial (profit oriented). TVRI lebih banyak mengemban tanggung jawab sosial kepada publik. Televisi pemerintah yang bertahan hingga kini ini sejatinya menyiarkan program-program demi kepentingan masyarakat (publik). Meskipun semula TVRI sempat dikritik sebagai “corong” pemerintah semata.
           Pada penghujung 1980, muncul TV swasta atas dorongan pemodal dan pebisnis agar bisa turut mendirikan stasiun TV. Dorongan ini muncul akibat fenomena perkembangan industri dan perdagangan internasional kala itu. Sehingga, 1988 muncullah RCTI dengan memakai dekoder yang beroperasi lokal di Jakarta dan 1989, berdiri SCTV di Surabaya, Jatim. Pemakaian dekoder (alat penerima signal TV) hanya berlangsung setahun, lalu kedua TV itu siaran secara nasional dengan memakai antena UHF sebagai penerima signal-nya.
           Tahun 1991, TPI lahir diikuti dengan cukup membanjirnya industri-industri televisi swasta lainnya seperti Indosiar, antv, dsb. Hingga kini tercatat ada 11 stasiun TV swasta nasional yang on air (mengudara). Seiring dengan kebijakan otonomi daerah, bermunculan pula TV-TV lokal. Kelahiran televisi lokal ini untuk mendorong keberagaman kepemilikan dan program (isi) dunia pertelevisian. Beberapa tahun lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan penyiaran yang sempat menjadi kontroversi yakni PP tentang Penyiaran. Akhirnya, disepakati pada tanggal 28 Desember 2009 tidak dikenal lagi istilah televisi nasional, tapi TV lokal dan TV lokal berjaringan. Misalnya. RCTI hanya siaran lokal di Jakarta. Mungkin saja terjadi akuisisi (penggabungan/kemitraan) antara TV Jakarta dengan TV lokal berjaringan.
            Tren akuisisi di Indonesia sudah terjadi seperti terbentuknya Media Nusantara Nusantara (MNC ) yang menghimpun 3 stasiun TV yakni RCTI, TPI, dan Global TV, Sebenarnya tidak hanya di Indonesia di negara maju seperti AS sendiri, dari ratusan TV yang siaran tergabung dalam 5 pemilik perusahaan. Demikian pula dengan Eropa. Walaupun kini sudah terjadi leberalisasi ekonomi, namun pemerintah pun tidak bisa lepas tangan dalam kebijakan penyiaran. Nampaknya, di kita tetap saja pemerintah sebagai kata kunci untuk kebijakan-kebijakan publik termasuk dalam penyiaran.
            Terakhir pemerintah mengeluarkan kebijakan bertahap untuk mengubah sistem analog TV kita (sebut saja seperti TPI, SCTV, RCTI, Indosiar dsb) menjadi digital. Salah satu alasannya agar gambar TV di layar kaca lebih jelas tertangkap di samping alasan-alasan lainnya. Menurut anggota Komisi Penyiaran  Indonesia Daerah (KPID) Jabar, MZ Al-Faqih dalam sebuah tulisannya, badan hukum TV analog penyelenggara penyiaran menyediakan infrastruktur sekaligus content-nya, sedangkan TV digital terjadi pemisahan antara network provider (penyedia infrastruktur) dan content provider (penyedia isi/program siaran).
           Konkretnya, TV-TV analog seperti sekarang dalam siarannya harus menyiapkan infrastruktur, seperti stasiun pemancar, peralatan transmisi, dan berbagai komponen pendukungnya. Selain itu, TV-TV analog itu pun harus mengelola secara mandiri segala program yang akan disiarkan. Sedangkan, di TV digital penyedia content tak perlu repot-repot menyiapkan infrastruktur dalam penyebarluasan isi siaran. Kelebihan TV digital dibandingkan dengan TV analog adalah gambar yang dihasilkan lebih bagus (tidak renyek). Gambar renyek muncul bila antena TV tidak pas posisinya ke pemancar TV. Karena itu, meskipun dalam keadaan bergerak (seperti di kendaraan) gambar yang dihasilkan TV digital tetap bagus. Kelebihan lainnya yaitu, satu kanal (saluran) TV digital bisa diisi oleh lebih dari tiga penyedia content. Sehingga teknologi ini akan menyemarakkan pertumbuhan industri pertelevisian di kita.



           Sayangnya, masyarakat sebagai konsumen TV belum bisa bergembira sebab untuk menerima siaran TV digital diperlukan perangkat pengolah data transmisi yang disebut Set Top Box (STB). Di Indonesia perangkat ini belum dipasarkan. Pemerintah kini sedang menyiapkan persiapan peralihan teknologi ini secara bertahap. Uji coba pun sudah dilakukan di wilayah layanan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Program peluncuran siaran ini pun diresmikan Wapres, Jusuf Kalla pada 13 Agustus 2008 di Auditorium Lembaga Penyiaran Publik TVRI (ah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar