Entri yang Diunggulkan

Di Sebuah Ranah

Saya menamainya   ranah   atau wilayah dalam arti seluas-luasnya di mana kebenaran dipersoalkan. Kebenaran dari yang mempersoalkan adalah k...

Rabu, 22 Februari 2012

Mutiara Bernama Humor


Mutiara Bernama Humor



        “Humor itu konstruktif, sehat, dan sangat mujarab untuk meredakan ketegangan” (Vera M Robinson, seorang perawat,  RN Magazine, 1974).
         Sepertinya setiap orang menyukai humor meskipun dalam kadar dan intensitas yang berbeda-beda. Ada orang yang menganggap humor seperlunya, tapi mungkin ada juga yang menilai ia penting dalam hidup ini. Dalam keseharian kita, terhadap orang yang suka mengeskpresikan sesuatu dengan humor, biasa disebut humoris. Orang seperti ini, biasanya lebih disukai dalam pergaulan ketimbang orang yang kaku, atau terlampau serius.
          Bahkan di kalangan jurnalis dan penulis, humor itu seperti mutiara (saking berharganya) yang bisa ditaburkan di tempat-tempat tertentu sebuah tulisan,  sehingga, pembaca pun bisa tersenyum kegelian, sambil menggeleng-gelengkan kepala.Taburan “mutiara” ini biasanya berupa kejutan informasi yang tidak disangka-sangka oleh pembacanya. Humor pun sering digunakan para orator termasuk ulama saat menyampaikan orasi agar suasana tidak jenuh. 
         Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka menyebutkan humor adalah kemampuan merasai sesuatu yang lucu atau yang menyenangkan. Selain itu, disebutkan pula bahwa humor adalah keadaan (dalam cerita dsb) yang menggelikan hati, kejenakaan, kelucuan. Sedangkan Kamus Webster mendefinisikan humor sebagai sifat suatu kejadian, Aksi, keadaan atau ucapan yang menimbulkan perasaan jenaka dan gembira.
          Sebagai contoh dalam perdebatan yang seru di parlemen Inggris, seorang anggota tidak kuat menahan emosinya kepada PM Churchill, sehingga menuding sang PM seraya berkata,” Seandainya Anda suamiku, akan kuberikan minuman beracun.” Churchill yang terkenal berwatak keras tapi mempunyai ‘sense of humor” membalas dengan tenang, “ Seandainya Anda istriku, akan kuminum racun itu.” Gelak tawa pun spontan meledak di ruang parlemen.
          Menurut Wahyu Wibowo dalam sebuah bukunya (2002),  wujud humor bisa berupa kelakar (pemakaian kata-kata lucu dalam bercanda yang diucapkan seseorang) dan anekdot (kisah singkat yang lucu mengenai tokoh-tokoh penting). Dari sudut gaya penyampaiannya humor bisa dibagi menjadi humor kering dan segar. Termasuk  ke dalam humor kering adalah slapstick (mengikuti gerak-gerik seseorang secara kasar dan tidak pantas). Humor kering ditujukan untuk menyindir atau bahkan menghina lawan bicara. Bentuknya bisa berupa penyebutan cacat fisik dan mental seseorang atau bisa pula melalui slapstick. Sejatinya, humor itu  jangan sampai menghina,memfitnah, atau mengandung pelecehan. 
           Bila kita cermati, acara-acara komedi di televisi kita masih ada yang bernada slapstick dan kering. Tak jarang saya sebagai pemirsa sulit untuk tersenyum apalagi tertawa lepas menyaksikan dagelan mereka. Bahkan saya jadi bertanya-tanya di mana letak humornya itu? Begitu pula dengan “humor” yang diselipkan penyiar radio swasta di Kota Tasikmalaya ada yang seperti itu. Seamsal dalam sebuah acara di sebuah radio swasta Tasik yang dibawakan dua penyiar,  salah seorangnya mengatakan, kamu memang tidak punya kelebihan apa-apa selain autis. Dan setelah itu dia pun tertawa terbawak-bahak.
           Padahal humor seyogianya menjadi penghibur, bukan sebaliknya menambah duka bahkan “luka” tertentu. Apalagi bila ditelisik lebih mendalam ternyata banyak manfaat dari humor itu. W Somerset Maugham (via Jujun,1999) dan dikutip Wahyu Wibowo menyebutkan, humor mampu mengajarkan toleransi. Oleh karena itu, seseorang yang humoris, sekalipun sambil menghela napas, ia hanya akan mengangkat bahu ketimbang harus marah seraya memaki-maki. Istilah humor itu sendiri merujuk pada situasi yang bisa menimbulkan dagelan, rasa lucu, kocak, jenaka atau menggelikan hati. Semuanya akan menimbulkan suasana hati yang gembira.


Tokoh humoris
             Dalam kultur masyarakat Indonesia bahkan dunia kita pun mengenal tokoh-tokoh rekaan yang dengan konteks humor itu. Tokoh-tokoh ini memiliki corak dan ciri-ciri umum yang mirip seperti humoris, nakal, arif, lugu, bodoh sekaligus pandai. Misalnya, di Jawa Barat dikenal tokoh Si Kabayan, di Jawa Tengah ada tokoh Man Doblang, di Bali hadir tokoh Pan Balang Tamak. Di Sumatra Barat, terdapat tokoh Lebai Malang, di Timur Tengah terepresentasi oleh Hani, Juha, Nashruddin Hoja atau Abu Nawas. Sedangkan, di Jerman dapat disamakan dengan Baron von Munchaussen. Bahkan di belahan negara lain lebih banyak lagi.
        Tidak jarang cerita-cerita humoris mereka menjadi pengalaman batin baru bagi kia dan bisa memperkaya batin, setidaknya hidup dan kehidupan ini pun tak  selamanya harus dihadapi dengan wajah muram. Terkadang humor diperlukan untuk meredakan ketegangan dan membuat hidup lebih berwarna. Bukankah junjunan kita Nabi Muhammad SAW sendiri dikenal sebagai sosok yang sering bercanda. Namun, beliau tidak pernah berdusta dalam setiap candanya.
          Betapa pentingnya humor itu sehingga tak heran bila Vera Robinson mengatakannya sebagai obat mujarab untuk meredakan ketegangan. Katanya, humor pun dapat membuat kita disenangi orang, lebih mendekatkan hubungan orang tua dan anak. Beberapa manfaat humor yakni: membuat hidup lebih hidup, membantu kita dalam menghadapi masalah, membendung agresivitas dan merupakan cara yang dapat diterima dalam mengungkapkan amarah, menawarkan perspektif dan keseimbangan,
menjembatani jurang antarbudaya dan menembus dinding  bahasa, memberikan kebebasan sementara dari tekanan sosial yang mengekang, dapat mengungkapkan kebenaran pada saat kebenaran itu ditakuti bahkan ditindas, baik untuk kesehatan fisik dan mental, sering dapat memberi hasil setelah cara-cara lain gagal, dan mampu mempersatukan manusia. (Ari Hidayat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar