Ada
kisah-kisah menarik, terutama bagi saya, saat mendengarkan apa yang disampaikan
ustaz ketika bertausyiah dan acara itu sempat saya hadiri beberapa tahun lalu .
Tentunya di masjid yang letaknya tak jauh dari rumah saya. Meskipun sayangnya
saya lupa nama-nama ustaz itu (mohon
maaf untuk ini). Yang jelas, kisah-kisah
yang disampaikan beliau hingga kini masih
membekas dalam ingatan saya
Kisah
pertama tentang kecerdasan sekaligus
kecerdikan salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, Sayidina Ali bin Abi Thalib
ra. Diriwayatkan saat Nabi hendak menikahkan putri beliau, Sayyidah Fatimah, Rasulullah SAW
menginginkan putrinya menikah dengan
salah seorang dari sahabat yang empat ( Abubakar Assyiddiq ra, Umar bin Khatab
ra, Utsman bin Affan ra dan Ali bin Abi Thalib ra). Baginda Rasul menyampaikan
niatnya ke sahabat yang empat . Tentunya
harus salah seorang dari mereka yang akan menikahi putri beliau. Hingga Nabi
pun menyampaikan kepada keempat sahabat itu untuk membaca Alquran higga khatam (tamat). Siapa yang
paiing cepat tamatnya membaca kitab suci,
dia yang berhak menikahi Fatimah.
Singkatnya berlangsunglah pembacaan Alquran itu. Nabi
mengawasi dengan menengok ke masjid tempat pembacaan Alquran itu diadakan. Beliau melihat keempat
sahabatnya masih membaca kitab suci. Kali kedua Muhammad SAW kembali menengok,
Rasulullah terkejut, tinggal Abu Bakar, Umar,dan Utsman yang masih membaca Alquran, “Ke mana
Ali?’ tanya Muhammad dalam hati. Nabi berusaha mencarinya dan bertemu dengan Ali di sebuah tempat.
Kepada Ali, Nabi menanyakan alasan dia meninggalkan acara itu. Sayidina Ali ra
menjawab singkat,” Baginda Rasul, saya sudah khatam,” katanya
Rasulullah
heran bagaimana mungkin sedang sahabat yang lain masih membaca (tentunya Nabi
tahu baru sampai surat ke berapa di antara ketiga sahabatnya ketika membaca
Alquran)
“Bagaimana
mungkin Ali?” tanya Rasulullah lebih lanjut.
Ali
menjawab, “ Memang saya tidak membaca semuanya. Saya hanya membaca surat
Al-Ikhlas tiga kali. Bukankah Baginda
Rasul pernah berkata itu sama pahalanya dengan khatam membaca Alquran, “
jelasnya.
Muhammad
pun tersenyum dan kisahnya, menurut ustaz itu, Ali-lah sebagai “pemenangnya” hingga akhirnya menikah dengan
Fatimah ra.
Riwayat
kedua dikisahkan oleh ustaz lain, tentang keluarga Lukman (dalam Alquran ada
salah satu surat bernama Surat Lukman), Kata ustaz itu, suatu ketika Lukman
bersama anaknya menempuh perjalanan
dengan onta. Lukman bertanya pada anaknya siapa yang akan duduk di depan
mengendalikan onta dan siapa yang di belakangnya. Anaknya sigap menjawab dia
saja dan bapaknya biar di belakang saja.
Di
perjalanan mereka mendepar ucapan-ucapan orang,
“Wah bapaknya kelewatan, menyusahkan anaknya, sampai ontanya pun harus dikendalikan sama
anaknya.”
Setelah
bermusyawarah dengan anaknya, kendali
onta pun diganti (Lukman yang di depan
dan anaknya di belakang)
Perjalanan pun dilanjutkan, mereka mendengar lagi ucapan orang-orang, “Kini anaknya yang tak tahu diri, merepotkan bapaknya sampai ontanya dikendalikan bapaknya.”
Perjalanan pun dilanjutkan, mereka mendengar lagi ucapan orang-orang, “Kini anaknya yang tak tahu diri, merepotkan bapaknya sampai ontanya dikendalikan bapaknya.”
Lukman
bermusyawarah lagi dengan anaknya hingga sepakat mereka berdua menuntun onta
dan mereka berjalan kaki. Bapak dan anak
itu pun melanjutkan perjalanan. Masih didengar ucapan sejumlah orang. “Wah sekarang anak dan bapaknya sama bodohnya
onta saja sampai dituntun tidak dikendarai.”
Kata
ustaz yang berceramah di Masjid Baetul Falah, Gunungsari, Kota Tasikmalaya itu,
“Begitulah anakku kalau kita mendengar ucapan orang," katanya. Lukman hanya mengatakan
itu kepada anaknya sesampainya di tujuan perjalanan. * **